Hidayatullah.com—Putra Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Paolo Duterte, di hadapan Senat membantah tuduhan bahwa dirinya terlibat dalam penyelundupan narkoba.
Paolo Duterte hari Kamis (7/9/2017) dicecar pertanyaan oleh politisi oposisi di Senat perihal tuduhan keterlibatannya dalam penyelundupan methamfetamin alias sabu-sabu bernilai sekitar $125 juta ke Filipina.
Senator Antonio Trillanes, pengkritik keras pemerintahan Presiden Duterte, memimpin pertemuan di Senat itu. Langkah Senat tersebut dipicu oleh keterangan seorang makelar bea cukai bernama Mark Taguba yang mengatakan pada bulan Agustus bahwa putra tertua Duterte, Paolo, berkaitan dengan sebuah kelompok yang menerima suap jutaan dari pengiriman narkoba ilegal masuk ke Filipina.
Orang lain yang juga terkait dengan masalah itu adalah Manases Carpio, pria yang menikah dengan putri Duterte bernama Sara, yang mengambil alih kekuasaan sebagai wali kota di Davao City setelah Duterte terpilih menjadi presiden. Paolo Duterte sekarang menjabat sebagai wakil wali kota Davao.
Trillanes menanyai Paolo Duterte dan Manases Carpio tentang uang ratusan juta yang ada di rekening-rekening bank mereka, dan meminta agar menandatangani surat pencabutan sementara kerahasiaan bank supaya asal-usul dana tersebut dapat diselidiki. Kedua pria itu membantah memiliki rekening-rekening dimaksud dan menolak menandatangani pernyataan pelepasan hak kerahasiaan banknya.
Paolo Duterte mengatakan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut “tidak berdasar.” Selama pertemuan dia kerap menolak menjawab pertanyaan yang diajukan dan mengatakan bahwa pertanyaan yang ditujukan kepadanya tidak relevan.
Penasihat hukum untuk Paolo Duterte, Rainier Madrid, membantah pernyataan-pernyataan Trillanes dengan menyebutnya sebagai “propanganda murni yang didasarkan pada gosip dan tuduhan tidak jelas.” Madrid menuding Trillanes menggunakan Paolo untuk menghancurkan Presiden Duterte dan membandingkannya dengan propagandis Nazi Joseph Goebbels.
Ini bukan pertama kalinya Paolo disebut-sebut terkait dengan penyelundupan narkoba. Pada tahun 2007, Paolo Duterte pernah diidentifikasi sebagai salah satu tokoh besar “pelindung narkoba” di kampung halamannya di Davao.
Tato Naga
Dalam pertemuan di Senat itu, Paolo Duterte diminta Trillanes untuk menunjukkan tato ditubuhnya yang bergambar naga.
Trillanes menuduh Paolo Duterte menjadi anggota sebuah sindikat kejahatan internasional, dan tato di punggung Paolo Duterte akan membuktikan tuduhan tersebut. Politisi oposisi itu diduga telah mendapatkan informasi intelijen bahwa di punggung Paolo ada tato bergambar naga lengkap dengan nomor rahasianya.
Tato naga itu adalah tanda keanggotaan triad China, kata Trillanes. Triad merupakan organisasi kejahatan lintas negara yang berbasis di China, Singapura,, Taiwan dan negara lain yang memiliki populasi etnis China cukup besar. Organisasi kriminal itu terlibat dalam penyelundupan narkoba, jual-beli senjata serta perdagangan manusia.
Paolo Duterte mengakui dirinya memiliki tato, tetapi menolak untuk menggambarkan seperti apa tatonya dengan alasan hak privasi. Putra presiden itu bersikukuh menolak ketika Trillanes mendesaknya untuk menunjukkan tato yang dipermasalahkan itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Penolakan untuk menunjukkan tatonya pada dasarnya mengukuhkan tuduhan saya bahwa dia seorang anggota triad. Sama halnya dengan penolakannya untuk menandatangani surat bank itu, yang menunjukkan bahwa dia menyembunyikan uang jutaan. Jika tuduhan saya tidak benar, dia pasti sudah mengambil kesempatan tersebut untuk mempermalukan saya,” kata Trillanes kepada Deutsche Welle.
Menurut sebuah laporan Kongres Amerika Serikat, kelompok-kelompok triad di Filipina kebanyakan terlibat dalam kasus pencucian uang, perdagangan senjata dan narkoba.
Presiden Rodrigo Duterte menghebohkan dunia dengan kebijakan kerasnya dalam upaya pemberantasan narkoba dengan melegalkan tembak ditempat orang-orang yang kelihatan menggunakan, menjual atau membuat narkoba. Ratusan orang, kebanyakan anak muda, tewas akibat kebijakan tersebut dalam beberapa bulan pertama Duterte menjabat presiden.*