Hidayatullah.com—“Saya menikah dengan seorang laki-laki yang saya tidak pernah bertemu dengannya. Usianya hampir dua kali usia saya, memiliki dua anak perempuan remaja dan tinggal di Rumania,” kata Zainab, 28 tahun, kepada Arab News, Sabtu (06/01/2018).
“Saya telah menunggu visa selama lebih dari tujuh bulan, jadi saya dapat berkumpul dengan suami saya,” katanya.
“Tidak ada pemuda yang tersisa di Suriah, jadi ini adalah satu-satunya kesempatan membentuk keluarga dan meninggalkan Suriah untuk menjadi warga negara di Eropa. Saya tidak melihat masa depan bagi saya di sini – setidaknya pernikahan ini memberi saya harapan.”
Zainab dan suaminya Imran, 54 tahun, berkenalan di Facebook. Mereka berkomunikasi melalui WhatsApp dan Skype selama sebulan sebelum mereka memutuskan untuk menikah dan melengkapi semua dokumen kemigrasian untuk pergi ke Rumania.
Pernikahan melalui proxy atau melalui Skype telah menjadi sangat populer di Suriah sejak perang meletus pada 2011.
Banyak di antara kaum pria yang telah terlibat dalam peperangan, sementara yang lain telah melarikan diri ke Eropa, Amerika atau negara-negara tetangga. Hal ini membuat kaum wanita muda mengambil jalan untuk melakukan pernikahan melalui proxy.
Pernikahan seperti itu mencapai sekitar 54 persen dari pernikahan sehari-hari di Suriah, kata hakim Mahmoud Al-Maarawi, yang memimpin pengadilan agama yang menangani urusan hukum Islam pribadi Muslim Suriah.
Beberapa pemudi lebih memilih untuk melakukan upacara pernikahan melalui Skype, di mana hadir notaris berlisensi, orang tua mereka dan para saksi.
Setelah upacara pernikahan, sang istri atau pengacara mengambil akta nikah dan mendaftarkannya di pengadilan agar pernikahan tersebut resmi lalu mengurus dokumen keimigrasian.
Undang-undang yang mengatur masalah hukum Islam pribadi mengizinkan untuk mengirim surat kuasa resmi untuk pernikahan proxy, kata Al-Maarawi.
Baca: Video Wanita Tampar Tentara Suriah dan Memanggilnya Binatang jadi Viral
Siapa pun di dalam atau luar Suriah bisa mengirim surat kuasa kepada kenalan terpercaya, atau menunjuk pengacara untuk menandatangani aqad nikah bersama dengan istri atau walinya.
Awal tahun ini, Al-Maarawi mengatakan 70 persen perempuan di Suriah belum menikah – atau menjadi “perawan tua.”
Untuk memecahkan masalah ini, ia mengeluarkan sebuah pernyataan yang mendorong poligami, yang membuat marah banyak warga Suriah di sosial media.
Ghalia, manajer eksekutif di perusahaan asuransi utama di Damaskus, mengatakan: “Dari pada mendorong solusi yang jauh lebih buruk daripada masalah itu sendiri, saya sarankan hakim Al-Maarawi mencari cara untuk memberdayakan perempuan di Suriah dan mempersiapkan mereka untuk menjadi lebih mandiri.”
Pengacara dan penulis Suriah Faten Derkiy mengatakan wanita setuju untuk menikah dengan pria yang mereka belum pernah bertemu “karena tekanan yang mereka hadapi dalam masyarakat yang menganggap setiap wanita yang belum menikah adalah perawan tua.”
Baca: Pilu di Aleppo, Perempuan Izin Bunuh Diri untuk Hindari Teror Pemerkosaan Tentara Bashar
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dia menambahkan: “Wanita-wanita itu juga barangkali mencari cara untuk meninggalkan Suriah mengejar mimpi menjadi warga negara di negara-negara yang lebih stabil dan makmur.”
Derkiy mengatakan: “Para pemuda sangat enggan untuk memikirkan pernikahan di saat keadaan ekonomi buruk. Tingkat inflasi yang tinggi, kurangnya kesempatan kerja, dan tingginya sewa akomodasi adalah alasan mereka menunda pernikahan.”
Untuk memecahkan masalah ini, Derkiy menyarankan pendirian lembaga yang memfasilitasi pernikahan dan menyediakan dana untuk pemuda pemudi yang ingin menikah, seperti yang telah dilakukan negara-negara Arab lainnya.
“Wanita harus didorong untuk mempunyai kesibukan melakukan sesuatu yang berguna dan meningkatkan diri, bukannya menunggu pernikahan,” katanya.*/Abd Mustofa